Dalam sebuah perjalanan, awalnya semua penumpang berada di titik yang sama.
Iya, sama halnya seperti kita ketika berpergian dengan transportasi umum. Ada kalanya dimana kita memulai sebuah perjalanan disuatu titik, halte misalnya. Memulai memang bukan suatu yang mudah, karena kita harus menunggu terlebih dahulu, berebut untuk naik karena jeda waktu antar bus cukup memangkas waktu yang kita miliki. Sikut menyikut menjadi sebuah kebutuhan agar bisa ikut diangkut dalam armada. Wajar saja, karena emang ngga kenal satu sama lain. Beginilah kondisi awal sebuah perjalanan juga persahabatan.
Dalam sebuah perjalanan, pasti selalu ada pilihan.
Kita bebas memilih, memilih untuk duduk dengan nyaman, mempersilahkan ibu hamil untuk duduk atau berpura-pura tidur menuruti hasrat tanpa toleransi di hati. Ngga ada yang salah, tapi etikanya itu loh yang dipertanyakan. Sama halnya seperti sebuah jalinan persahabatan, kita bebas merencanakan atau memilih sahabat sesuai yang diinginkan tanpa adanya paksaan apalagi tekanan.
Dalam sebuah perjalanan, selalu ada cerita.
Bagaimana mengawali perjalanan dengan sebuah doa, menaiki kendaraan, menegakkan sandaran kursi, semuanya serba berurut dan merangkai sebuah jalinan cerita yang satu sama lainnya tak terpisahkan. Didalamnya bisa kita isi sesuai keinginan, baik itu dengan tawa, canda, senang, suka, sedih, menangis, mengeluh, mengiba, dan banyak hal lain. Persis seperti masa-masa sekolah, penuh warna.