Dalam sebuah perjalanan, awalnya semua penumpang berada di titik yang sama.
Dalam sebuah perjalanan, pasti selalu ada pilihan.
Dalam sebuah perjalanan, selalu ada cerita.
Dalam sebuah perjalanan, banyak orang yang berlalu-lalang.
Dalam sebuah perjalanan, tak ada yang tahu apakah yang akan ditemui nantinya.
Dalam sebuah perjalanan, ada kalanya stang kemudi berubah.
Dalam sebuah perjalanan, selalu siap mengantisipasi kemungkinan terburuk.
Sekarang perjalanan kita hampir usai, namun apakah yang kemudian telah dituai?
Karena memori tak bisa dibeli, hanya sekali, dan tak akan ada jalan untuk mengulangnya kembali.
Mari bung dibuat lagi!
From deepest of my heart, gue sayang kalian!
Iya, sama halnya seperti kita ketika berpergian dengan transportasi umum. Ada kalanya dimana kita memulai sebuah perjalanan disuatu titik, halte misalnya. Memulai memang bukan suatu yang mudah, karena kita harus menunggu terlebih dahulu, berebut untuk naik karena jeda waktu antar bus cukup memangkas waktu yang kita miliki. Sikut menyikut menjadi sebuah kebutuhan agar bisa ikut diangkut dalam armada. Wajar saja, karena emang ngga kenal satu sama lain. Beginilah kondisi awal sebuah perjalanan juga persahabatan.
Dalam sebuah perjalanan, pasti selalu ada pilihan.
Kita bebas memilih, memilih untuk duduk dengan nyaman, mempersilahkan ibu hamil untuk duduk atau berpura-pura tidur menuruti hasrat tanpa toleransi di hati. Ngga ada yang salah, tapi etikanya itu loh yang dipertanyakan. Sama halnya seperti sebuah jalinan persahabatan, kita bebas merencanakan atau memilih sahabat sesuai yang diinginkan tanpa adanya paksaan apalagi tekanan.
Dalam sebuah perjalanan, selalu ada cerita.
Bagaimana mengawali perjalanan dengan sebuah doa, menaiki kendaraan, menegakkan sandaran kursi, semuanya serba berurut dan merangkai sebuah jalinan cerita yang satu sama lainnya tak terpisahkan. Didalamnya bisa kita isi sesuai keinginan, baik itu dengan tawa, canda, senang, suka, sedih, menangis, mengeluh, mengiba, dan banyak hal lain. Persis seperti masa-masa sekolah, penuh warna.
Dalam sebuah perjalanan, banyak orang yang berlalu-lalang.
Mereka yang berlalu-lalang ada yang memiliki kepentingan ada pula yang tidak. Bagaimana hubungan antara kenek-penumpang yang sama-sama membutuhkan, hubungan antar pengemis-penumpang yang kadang salah satu pihaknya dirugikan, juga hubungan antara kenek-pengemis yang tak ada pengaruh bagi keduanya. Terkadang, hal ini juga dirasakan saat berinteraksi dengan satu sama lain. Ya seperti ini lah.
Dalam sebuah perjalanan, tak ada yang tahu apakah yang akan ditemui nantinya.
Macet menjadi sebuah hal yang tak bisa dihindari jika berpergian dikala akhir pekan. Belum lagi di situasi seperti sekarang yang notabene-nya adalah masih masa kampanye yang terkadang banyak konvoi-konvoi yang memperparah keadaan dan tak mau ikut akan aturan. Kesabaran, toleransi dan rasa saling menghargai menjadi hal yang harusnya dijunjung tinggi. Iya, memang Anda punya kepentingan untuk menghadiri sebuah acara sesegera mungkin begitu pula saya. Namun, kondisinya seperti ini, ngga mungkin terus-terusan bergumam dengan klakson secara periodik. Jangan memperparah keadaan tanpa tau penyebab macet yang sesungguhnya deh!
Dalam sebuah perjalanan, ada kalanya stang kemudi berubah.
Banyak penumpang yang turun saat macet menjelang, mereka lebih memilih untuk jalan kaki atau bahkan memilih untuk mengurungkan niatnya pergi ke suatu tempat. Tapi yang perlu diingat adalah jangan terlalu memutuskan untuk turun dari bus terlalu cepat, tanpa mempertimbangkan embel-embel yang menyertainya. Jika memang ego bukan menjadi alasan untuk turun atau kembali ke rumah, silahkan saja.
Dalam sebuah perjalanan, selalu siap mengantisipasi kemungkinan terburuk.
Karena manusia hanya bisa berharap, Tuhanlah yang pada akhirnya menentukan. Meski kita tahu perjalanan yang ditempuh hanya berkisar 15-30 menit, tapi kita selalu selalu mengawali sebuah perjalanan dengan doa dan berharap selamat sampai tujuan. Jika ditengah jalan harus berpeluh mendorong kendaraan yang tiba-tiba mogok, jangan memilih diam apalagi pindah menuju kendaraan lain, tapi tak menjadi soal bagi seorang pengecut seperti Anda.
Sebab, menjadi hal yang mendesak untuk semua yang berada di dalam bus bersatu memecahkan masalahnya. Mungkin ada yang mendorong di satu sisi dan memberi support di sisi lainnya. Agar bus itu dapat kembali melanjutkan perjalanannya.
Dan seperti hal nya sebuah perjalanan, tak begitu penting untuk membahas siapa yang mengemudikan ataupun menginisiasikan suatu gagasan bersama-sama mendorong bus yang mogok, tapi lebih dari itu. Lebih dari itu kawan, karena segala sesuatunya adalah tentang bagaimana perjalanan itu kita nikmati, dengan cara-cara apa kita melalui berbagai hadangan di setiap tikungannya, hingga dengan siapa kita menghabiskan waktu tempuhnya. Perkara sampai tidaknya kita menuju tujuan itu menjadi prioritas kesekian, karena sebuah destinasi adalah hanya menjadi bonus pada akhirnya.
Sekarang perjalanan kita hampir usai, namun apakah yang kemudian telah dituai?
Memang, gue bukan seorang yang mudah bergaul layaknya Abay atau Hilman. Menyapa sana-sini berteriak seraya mengankat tinggi tangan. Bukan karena gue pilah pilih dalam berteman, tapi ya begini gue adanya. Gue juga ngga terlalu mencuri perhatian bak Gamal dan Fatih. Biasa aja, gue nyaman dalam posisi seperti ini.
Tak secemerlang Kresna juga tak setulus hati Dhaf. Gue orangnya ngga bisa membuat seseorang berkata WOW berulang kali, juga kadang banyak ngeluhnya. Menyadari diri juga tak sesampainya seperti Mario, Margaretha atau Kiki yang sangat plus dalam sebuah hal. Mungkin orang bilang gue banyak bisanya, ya tapi jujur aja gue ngga begitu tekun dalam menjalani suatu hal. In short, bukan figur yang lengkap seperti halnya publik menilai Jokowi secara berlebihan.
Mungkin tulisan ini ngga terlalu berarti bagi utuhnya perjalanan ini, juga ngga banyak berpengaruh atas akhir dari cerita perjalanan yang telah dirintis hampir tiga tahun lamanya. Iya, tiga tahun. Sejatinya, gue cuma mau menuangkan sedikit apa yang belum sempat disampaikan, apa yang tak kerasan didalam hati belakangan, dan senantiasa berdoa serta berharap agar kami menjadi generasi yang lebih baik kelak, setelah berbagai ujian yang dilalui yang memang tak ada kata mudah menyertainya. Tapi, Tuhan dan teman tidak tidur bukan?
Karena memori tak bisa dibeli, hanya sekali, dan tak akan ada jalan untuk mengulangnya kembali.
Mari bung dibuat lagi!
Tahun pertama |
Tahun kedua |
(Semoga menjadi) Tahun terakhir |
Aethernum |
From deepest of my heart, gue sayang kalian!
***
....sinergi hasrat jiwa,
We are the change that Indonesia needs,
We are the change that Indonesia needs,
Yes indeed, Smansa 35!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar