Malam, Blogs!
Besokharusnya gue ulangan Pkn. Hari ini harusnya gue belajar. Malam ini harusnya gue ngga nge-blog. Oke, cukup.
Pekan kemarin, bangsa Indonesia dikejutkan dengan tertangkap tangan-nya. Oke, saya ulang. Tertangkap, tangan. Bapak hukum tertinggi di Negara ini. Saya ulang lagi, ya. Bapak pemegang hukum, tertinggi, di Negara ini. Iyah, Indonesia.
Dari dua premis tersebut mari kita kaji satu-persatu!
Lo ngerti artinya tertangkap tangan kan? Jelas, yang namanya tertangkap tangan, itu artinya bukan sekedar ketahuan. Bukan pula sekedar ke-gep. Bukan cuma kebongkar. Tapi lebih dari itu, ketahuan berikut barang buktinya. Ya jadi, jatuhnya bukan tertuduh lagi, ya udah otomatis jadi tersangka. Gilak!
Oke, tadi premis satu. Sekarang yang kedua.
Mahkamah Konstitusi adalah lembaga dengan imun tertinggi di Negara ini. Apapun keputusan yang diambil, tak ada lembaga manapun yang dapat mengkaji dan mengajukan banding. *serius dikit yah*
In short, kalo kata pak Marzukie Ali -Ketua DPR RI- MK ini adalah Tuhan-nya hukum di Indonesia, karena keputusannya adalah absolut.
Dapet, kan?
Lo gausah ngebayangin juga pasti kebayang sendiri gimana nasib bangsa ini kedepannya.
Hello! Ini sang pemangku kekuasaan hukum, penegak hukum tertinggi Negara ini. God.
Siapa lagi yang bisa dipercaya?
Hukum telah dibeli.
Kredit plus harus kita berikan kepada lembaga yang sampai saat ini terus melawan penyakit yang menggelayuti bangsaku tercinta, KPK.
Tapi mau sampai kapan masalah ini dibebankan ke satu pihak?
Sebesar apa anggaran yang dikucurkan kepada lembaga ini?
Sampai kapan KPK mampu bertahan?
Dari sebuah kegagalan, ada satu manfaat yang bisa kita ambil yakni pelajaran-pengalaman.
Hal yang jadi benang merahnya adalah, suatu keburukan adalah bukan untuk dihindari. Bukan untuk dijauhi. Bukan pula untuk diacuhkan. Karena yang membenahi adalah mereka yang ingin dan mau terjun kesana, meski dirasa berat.
Pun gue. Hanya untaian perhatian yang bisa gue curahkan. Agar bangsa ini sedikit demi sedikit memahami. Meski via rtweet di sosial media. Meski gue (bisanya) nge-blog doang. Setidaknya, ada seminimal-minimal mungkin, peran dalam tiap kebaikannya.
"Tuhan,
Aku masih ingin melihat kedua Orang Tua ku bahagia beberapa tahun lagi, masih ingin melihat bagaimana bangsa ini tumbuh, masih ingin melihat Negara ini bebas dari jerat korupsi yang membuat Negeri ini terkenal dikancah dunia, dan masih banyak harapan yang ingin aku raih dengan melunasi janji-janji kemerdekaannya.
Maka, janganlah Engkau tutup pintu maaf bagi kami, nantikan bangsa besar ini sepuluh, duapuluh, limapuluh dan seratus tahun lagi, Tuhan!"
Salam hangat, dari pelajar Ilmu Pasti yang lagi demam. Demam Ilmu Politik.
Besok
Pekan kemarin, bangsa Indonesia dikejutkan dengan tertangkap tangan-nya. Oke, saya ulang. Tertangkap, tangan. Bapak hukum tertinggi di Negara ini. Saya ulang lagi, ya. Bapak pemegang hukum, tertinggi, di Negara ini. Iyah, Indonesia.
Dari dua premis tersebut mari kita kaji satu-persatu!
Lo ngerti artinya tertangkap tangan kan? Jelas, yang namanya tertangkap tangan, itu artinya bukan sekedar ketahuan. Bukan pula sekedar ke-gep. Bukan cuma kebongkar. Tapi lebih dari itu, ketahuan berikut barang buktinya. Ya jadi, jatuhnya bukan tertuduh lagi, ya udah otomatis jadi tersangka. Gilak!
Oke, tadi premis satu. Sekarang yang kedua.
Mahkamah Konstitusi adalah lembaga dengan imun tertinggi di Negara ini. Apapun keputusan yang diambil, tak ada lembaga manapun yang dapat mengkaji dan mengajukan banding. *serius dikit yah*
In short, kalo kata pak Marzukie Ali -Ketua DPR RI- MK ini adalah Tuhan-nya hukum di Indonesia, karena keputusannya adalah absolut.
Dapet, kan?
Lo gausah ngebayangin juga pasti kebayang sendiri gimana nasib bangsa ini kedepannya.
Hello! Ini sang pemangku kekuasaan hukum, penegak hukum tertinggi Negara ini. God.
Siapa lagi yang bisa dipercaya?
Hukum telah dibeli.
Kredit plus harus kita berikan kepada lembaga yang sampai saat ini terus melawan penyakit yang menggelayuti bangsaku tercinta, KPK.
Tapi mau sampai kapan masalah ini dibebankan ke satu pihak?
Sebesar apa anggaran yang dikucurkan kepada lembaga ini?
Sampai kapan KPK mampu bertahan?
Dari sebuah kegagalan, ada satu manfaat yang bisa kita ambil yakni pelajaran-pengalaman.
Hal yang jadi benang merahnya adalah, suatu keburukan adalah bukan untuk dihindari. Bukan untuk dijauhi. Bukan pula untuk diacuhkan. Karena yang membenahi adalah mereka yang ingin dan mau terjun kesana, meski dirasa berat.
Pun gue. Hanya untaian perhatian yang bisa gue curahkan. Agar bangsa ini sedikit demi sedikit memahami. Meski via rtweet di sosial media. Meski gue (bisanya) nge-blog doang. Setidaknya, ada seminimal-minimal mungkin, peran dalam tiap kebaikannya.
"Tuhan,
Aku masih ingin melihat kedua Orang Tua ku bahagia beberapa tahun lagi, masih ingin melihat bagaimana bangsa ini tumbuh, masih ingin melihat Negara ini bebas dari jerat korupsi yang membuat Negeri ini terkenal dikancah dunia, dan masih banyak harapan yang ingin aku raih dengan melunasi janji-janji kemerdekaannya.
Maka, janganlah Engkau tutup pintu maaf bagi kami, nantikan bangsa besar ini sepuluh, duapuluh, limapuluh dan seratus tahun lagi, Tuhan!"
Salam hangat, dari pelajar Ilmu Pasti yang lagi demam. Demam Ilmu Politik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar